Aku tak tahu dunia sedang mempermainkan permainan apa
sekarang. Aku juga tak tahu dunia sedang merencanakan apa sekarang. Aku pun tak
tahu dunia tengah bermain apa denganku saat ini.
DULU, sebelum ada yang melukis kanvas gelap ini, dia selalu
datang memberi harapan. Namun, setelah harapan itu muncul, dia pergi
meninggalkan harapan yang tengah terjerat ke dalam pelukan. Kata “ingin” selalu
terucap dari lidah tak bertulang itu. Dibolak-balikkannya daging tak bertulang
yang semula mentah sehingga menjadi matang. Setiap burung datang membawa kabar,
kata “ingin” selalu tak tertinggal tanpa jejak. Burung selalu membawa kata itu
kemana pun ia pergi dan akhirnya sampai kepadaku.
SEKARANG, ketika semua harapan itu telah diraih, ketika kanvas
gelap menjadi bergambar dan berwarna, tak ada gelap, yang ada hanya warna
pelangi, semuanya serasa berbeda. Datang dengan mungkin kata terlambat dan
mungkin juga tidak. Semua serba membingungkan. Kata “akhirnya” telah terucap
dari lidah tak bertulang itu. Namun, hati rasa bimbang ketika dia mulai
memainkan perannya. Ada sesuatu yang tak enak jika harus diteruskan. Namun
harus bagaimana lagi? Hati sudah terlanjur terjerat. Ingin pergi, namun
perjalanan masih jauh untuk sampai ke seberang. Ingin kembali, namun sudah
sejauh ini dilalui. Haruskah terdiam terpaku di sini menatap langit menangis
untuk yang kesekian kali?
Hati sekarang gundah. Hati sekarang bimbang. Tak tahu apa
yang harus dilakukan. Hanya menyerahkan semuanya pada takdir dan waktu. Hanya
takdir dan waktulah yang nanti akan membuktikan bagaimana hasil akhirnya. Hanya
bisa menunggu keputusan takdir dan waktu dengan air mata yang tengah ingin
membanjiri kedua sisi pipiku. Aku yakin, Tuhan pasti memberi imbalan yang
setimpal dengan apa yang sudah aku lakukan. Berharap pengorbanan kesetiaanku
tak akan sia-sia, berujung dengan air mata. Namun, semua yang terjadi serta
semua yang aku jalani pasti ada hikmah dan sesuatu yang lebih besar, lebih
berarti dari ini.
No comments:
Post a Comment